Selasa, 27 Oktober 2015

Akuntansi Merupakan Alat, Bukan Hukum

Akuntansi sebagai alat (bukan hukum)

Akuntansi merupakan alat yang membantu pengguna untuk memahami posisi keuangan dari organisasi (baik yang berorientasi pada laba maupun yang tidak berorientasi pada laba). Akuntansi bukan merupakan suatu hukum. Sebagai contoh, bila anda memiliki usaha kecil yang anda kelola sendiri. Tidaklah menjadi persoalan bila anda mencatat penerimaan dan pengeluaran uang di dalam kolom yang sama (meskipun persamaan akuntansi “berkata” bahwa anda seharusnya mencatatnya di sisi yang berbeda), sepanjang anda mampu untuk membedakan yang mana termasuk dalam penerimaan uang dan yang mana termasuk dalam pengeluaran uang. Anda tidak akan dipenjara hanya karena anda tidak mengikuti persamaan akuntansi tersebut.

Selain itu, tidak ada kondisi “benar dan salah” yang pasti dalam akuntansi. Laporan laba dan rugi sebuah perusahaan menunjukkan bahwa terdapat Rp 1.000.000,- yang digarisbawahi. Apakah garis bawah ini termasuk benar atau salah? Anda menggali setiap angka untuk mendapatkan jawabannya, dan anda menemukan bahwa persediaan yang dipakai lebih tinggi Rp 200.000,- dari “seharusnya”. Pertanyaan berikutnya adalah sistem akuntansi biaya apa yang anda gunakan untuk menghitung? Anda berkata, anda menggunakan “FIFO” sebagai contoh. Bagaimana jika akuntan anda menggunakan perhitungan secara fisik? Dalam akuntansi terdapat bermacam-macam standar untuk digunakan, dan setiap orang (organisasi) dapat memilih satu macam standar asalkan konsisten dalam penerapannya. Jadi point terpenting yaitu “Bukan Benar atau Salah”, tetapi “Wajar atau Tidak Wajar”. Itulah sebabnya mengapa akuntan menerbitkan opini (bukan penetapan).

Berikut ini penjelasan lebih komprehensif mengenai asumsi, prinsip-prinsip, dan batasan-batasan yang digunakan dalam akuntansi:

Dasar Akuntansi: Asumsi, Prinsip, dan Batasan

Kembali ke pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas (uang). Jika anda mencatat semuanya dalam kolom yang sama, tidaklah menjadi masalah. Pada akhir bulan, anda dapat mengetahui apakah usaha anda menghasilkan laba (keuntungan) atau tidak. Bagaimana jika anda memiliki ribuan transaksi dalam satu bulan? Bagaimana jika anda memiliki 10 juta transaksi? Anda tentunya memerlukan sebuah alat untuk mengatur pencatatan keuangan anda. Di situlah akuntansi digunakan.



Sumber: http://accounting-financial-tax.com





Rabu, 22 Juli 2015

PTKP 2015

PTKP 2015

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2015 sesuai dengan PMK Nomor 122/PMK.010/2015 adalah sebagai berikut:
Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan   keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

● Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

● Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
Dengan demikian, bila penghasilan per bulan sampai dengan Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tidak dikenakan pajak.
Peraturan PMK ini mulai berlaku pada tahun pajak 2015.

Pemberian Uang Saku, Uang Saku Rapat Dalam Kantor, dan Uang Harian Perjalanan Dinas, Apakah dikenakan Pajak?

Pajak Atas Uang Saku, Uang Saku Rapat Dalam Kantor, dan Uang Harian

Perlakukan pajak atas penghasilan yang diterima oleh peserta kegiatan atas uang saku dan uang saku rapat dalam kantor mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengacu pada PMK Nomor 252/PMK.03/2008, yang dimaksud peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut. Pada PMK tersebut disebutkan bahwa atas imbalan kepada peserta kegiatan dikenakan/dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26. 
Lalu bagaimana dengan imbalan kepada peserta kegiatan yang diberikan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang sejatinya bersumber dari APBN/APBD?
Pada PP Nomor 80 Tahun 2010 disebutkan bahwa :
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan lain berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut dengan tarif yang bersifat final.  
Pada PMK Nomor 262/PMK.03/2010 disebutkan bahwa :
Atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong PPh Pasal 21 dan bersifat final, tidak termasuk biaya perjalanan dinas.
Pada PMK 113/PMK.05/2012 menyatakan bahwa uang saku, uang saku rapat dalam kantor, serta uang harian merupakan komponen perjalanan dinas.
Dengan mengacu pada ketiga peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian uang saku, uang saku rapat dalam kantor, dan uang harian yang dananya dibebankan pada APBN/APBD tidak dikenakan PPh 21 dan/atau PPh 26.